IniMedan.com – Tanjung Pura.
Warga Dusun I dan II, Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Langkat merasa resah. Mereka khawatir, tangggul yang membentengi dusunnya jebol, akibat perambahan kawasan hutan Bakau (Mangrove) di sana yang kian marak. Selain itu, ekosistem di hutan itu juga terancam terusik.
Sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Nomor 8878/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/12/2021, areal di kordinat 4.03720 LU – 98.45420 BT tersebut merupakan kawasan hutan lindung. Secara terang – terangan, oknum yang tidak bertanggung jawab merambah Zona Hijau itu.
Warga pun sudah melakukan kordinasi dengan pihak terkait. Namun, hingga kini keluhan warga belum juga direspon. “Desa kami ini bakalan tenggelam. Beco (Eskavator) melingkup lahan yang dulunya hutan lindung,” keluh Abdul Malik, Senin (5/12/2022) sore.
Ditindak tegas
Beco itu, kata Malik, sejak seminggu yang lalu melakukan pelingkupan untuk perkebunan sawit. Akibatnya, pemukiman warga di dusun itu pun akan kebanjiran. Tanggul yang ada di sana juga sudah jebol karena intensitas air laut yang cukup tinggi.
Malik berharap, agar kawasan hutan Mangrove itu tidak dilingkup. Agar desa mereka tidak tergenang. Kepada pihak terkait, diharapkan dapat tanggap dengan keluhan warga. Terlebih, pemukiman tersebut terletak persis di kawasan pesisir Kabupaten Langkat, yang rentan tenggelam.
Mariadi, warga di dusun yang sama mengatakan, kawasan yang dirambah itu merupakan hutan lindung. “Kok seenaknya aja orang luar merambahnya. Kami penduduk asli sini aja gak berani merambahnya,” ketus Mariadi.
Pria itu berharap, agar pihak terkait dan aparat penagek hukum menindak tegas oknum yang merambah hutan di sana. Dia juga meminta, agar warga di sana dapat lebih dperhatikan. Terutama dalam menjaga kelestarian lingkungan dan kawasan hutan.
Krisis iklim
Direktur Yayasan Srikandi Lesatari Sumiati Surbakti SE yang hadir di sana mengatakan, perambahan hutan adalah hal yang buruk. Karena, dunia sedang mengalami krisis iklim, termasuk di wilayah Indonesia.
“Kita sudah melihat, saat musim hujan dan pasang laut, air masuk ke rumah – rumah warga. Ditambah lagi dengan perambahan hutan di kawasan konservasi,” tegas aktivis lingkungan itu.
Wanita berkacamata itu menambahkan, tidak seharusnya kawasan konservasi dikelola oleh pemodal. Lebih tepatnya alih fungsi kawasan hutan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.
Mimi mengharapkan, agar Dinas Kehutanan menindak tegas siapa pun yang melakukan perusakan kawasan hutan. Jangan justru dijadikan ajang untuk mengambil keuntungan pribadi. Hutan lindung tidak boleh diusahai dalam bentuk apa pun.
Net Zero Emission
Semestinya, kawsan hutan lindung dijaga dan dilestarikan. Bukan malah dilingkup dan ditanami sawit. Srikandi Lestari akan terus mengkampanyekan tentang Net Zero Emission (Nol Emisi Karbon) di Indonesia.
“Jika Magrove ditebang, maka hilanglah Blue Carbon yang dapat menerap CO2 (Oksigen). Sehingga dapat meninggkatkan suhu bumi (pemanasan global). Kami akan terus menyadarkan warga dan negara, bahwa hak linkungan merupakan Hak Azasi Manusia (HAM),” tandasnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Ir Herianto mengaku baru mengetahui hal tersebut. Dia berjanji akan menindaklajuti informasi tersebut. “Saya cek dulu ya. Ok saya tindaklanjuti,” kata dia via pesan WhatsAppnya. (Ahmad)