Padang Tualang – Tersangka pencabulan bocah kelas II SD di Kecamatan Padang Tualang, Langkat diamankan polisi, Selasa (2/7/2024) pagi. S dijemput petugas kepolisan dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres langkat dari kediamanyannya tanpa perlawanan.
Hal ini seperti yang disampaikan kepada awak media via telepon selulernya. “Pagi tadi sekira jam 9.30 WIB S dibawa polisi naik mobil. Dua orang anaknya ngikuti naik sepeda motor. Tadi pas suasana kampung masih sepi, jadi gak ada riuh,” tutur nara sumber sembari meminta hak tolaknya.
Sementara, Kanit PPA Polres Langkat AIPDA Ninit belum memberikan keterangan terkait hal tersebut. Ninit malah memblokir nomor WhatsApp wartawan yang mewaancarainya. Saat dikonfirmasi dengan nomor WhatsApp lain, Ninit terlihat sedang online. Tapi yang bersangkutan enggan memberikan tanggapan.
Diinformasikan, laporan dugaan pencabulan yang dialami -sebut saja Bunga-, belum juga ada titik terang. Bocah kelas 3 SD ini, kerap ketakutan saat bertemu dengan S sang predator anak. Bahkan, Bunga kerap dirundung (bully) teman sekolahnya, karena kasus itu sudah mencuat di tengah masyarakat.
Peristiwa yang mengguncang psikologis warga Kecamatan Padang Tualang, Langkat itu, terungkap pada akhir Desember 2023 lalu. Anak gadis S, menceritakan perilaku bejad ayahnya kepada ibu Bunga. Hal itu pun membuat keluarga besar Bunga berang.
“Waktu itu anak si S cerita tentang kebejadan bapaknya. Anakku diajak ke rumahnya dan disuruh duduk di sofa. Di situ anakku diciumi dan diraba kemaluannya dan diberi uang Rp2000,” ungkap ibu Bunga kepada awak media, Kamis (27/6/2024) siang.
Dengan penuh kekesalan, malam itu anak gadis S menceritakan semua perilaku menyimpang ayahnya. Menyusul hal itu, Bunga juga menceritakan hal yang ia alami kepada orang tuanya.
Atas dasar hal itu, orang tua Bunga kemudian membuat laporan ke Mapolres Langkat. Pengaduan mereka pun ditermi dangan tanda bukti laporan Nomor : STPL/B/05/I/2024/SPKT/POLRES LANGKAT/POLDA SUMATERA UTARA, pada tanggal 5 Januari 2024.
Kini, sudah lima bulan berlalu. Namun S terlihat bebas berkeliaran di sekitar kediamannya. Bahkan, S dengan jumawa mengatakan kalau dirinya tak bisa ditangkap polisi. Meski ia pernah menghilang dari kampungnya, melarikan diri dari persoalan tersebut.
Parahnya, S menebar isu tak menyenangkan di tengah masyarakat. Ia mengaku sudah menjual ladangnya, untuk menyelesaikan perkara tersebut. Bahkan S mengaku kalau dia sudah berdamai dengan keluarga Bunga.
“Kami minta prosesnya terus berlanjut dan si S itu segera ditangkap. Sakit kali hati ini dengar kabar kalau kami sudah berdamai dan menerima uang dari si S. Psikologis anakku terganggu. Dia ketakutan kalau melihat S dan dibully teman sekolahnya,” tutur orang tua bocah malang itu.
Bunga menerangkan, dirinya kerap diajak jalan-jalan dengan S dan diberi uang jajan. Pernah juga S membawa Bunga ke ladang dan dilecehkan di sana.
“Dulu sering diajak kakek itu jalan-jalan naik kereta. Pernah juga dibawa ke ladang. Gitu siap jalan-jalan, kakek itu selalu bilang jangan kasih tau orang lain dan ngasih uang. Nanti kita jalan-jalan lagi kata kakek itu,” kata Bunga dengan mimiknya yang polos.
Keluarga Bunga berharap, agar aparat penegak hukum (APH) serius menangani perkara terebut. Mengingat, sudah 5 bulan berlalu, namun perkembangan perkara tersebut terkesan diam di tempat. S masih bebas berkeliaran sembari melontarkan kata-kata menantang dengan jumawa.
Tak hanya Bunga, Anggrek dan Mawar juga disebut-sebut pernah jadi korban S. Hal itu disampaikan neneknya – sebut saja Anggrek – yang menyebutkan, bahwa cucunya itu juga pernah dilecehkan S. Modusnya, tiga bocah yang di antarnya Anggrek dan Mawar diberi uang masing-masing Rp5000. Setelahnya, tiga bocah itu dicium secara paksa oleh S.
“Tapi cucu ku yang besar (kelas 3 SD) langsung melarikan diri dan gak mau dicium si S. Sampai di rumah, cucu ku itu bilang kalau mereka dikasih uang Rp5000 dan mau diciumi si S. Adiknya sempat diraba-raba S di area kemaluannya,” kata nenek korban, Kamis (27/6/2024) siang.
Tak sampai di situ, S melakukan hal tersebut di rumahnya sendiri, tanpa rasa canggung. Saat memberikan uang kepada korbannya, S selelu bilang ‘sini cium dulu’ sembari meraba-raba kemaluan bocah-bocah tersebut.
Akibatnya, bocah polos yang menjadi korban S pun trauma. Mereka enggan bermain di sekitar kediaman S. “Sekarang cucu ku tinggal di Meulaboh bersama orang tuanya dan sekolah di sana,” ketus nenek korban. (Ah/Ris)