MABMI Jalin Kerjasama dengan Malaysia

INIMEDAN – Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) telah menjalin kerjasama dengan Malaysia untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang diberlakukan pada 2016.

Ketua Umum PB MABMI Dato’ Seri H Syamsul Arifin mengatakan, kerjasama dengan Malaysia sudah dijalin beberapa tahun lalu yang disebut dengan Malindo yakni Malaysia dan Indonesia.

“Untuk Indonesia diwakilkan oleh Sumatera Selatan, Palembang waktu itu. Jadi ini sudah lama kerjasamanya tapi tidak ada yabg tahu. Sekarang ditambah lagi sama China,” ujarnya kepada wartawan dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2015 PB MABMI di Medan, Selasa (29/12/2015).

Meski kondisi kesiapan Sumut belum matang dalam menghadapi MEA, Syamsul tetap optimis kalau Sumut mampu menghadapi MEA. Untuk itu ia meminta kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) agar setiap daerah membuat sampel atau contoh produk unggulan. Pihaknya juga telah menyampaikan dan akan terus menyampaikan ke pemerintah melalui audiensi.
“Kita harus jadi produsen, disini tanahnya subur, buruh dibayar murah. Kita jangan jadi penonton,” ujarnya.

Seperti yang diketahui bahwa Indonesia telah menyepakati kerjasama MEA untuk 8 bidang. Seperti akuntansi, teknik, survei, arsitektur, keperawatan, kesehatan, keperawatan gigi, dan pariwisata.

Sebagai refleksi akhir tahun, kata Syamsul Arifin yang didampingi pengurus PB MABMI, ada beberapa hal yang akan menjadi fokus MABMI yang akan terus diperjuangkan. Ia menyebutkan seperti perlunya membangkitkan kembali spirit peradaban nusantara yang menjadi penyangga keharmonisan antara kosmos, manusia, dan lingkungan.

Selain itu, lanjutnya, pentingnya menanamkan nilai jujur terhadap sejarah perdaban nusantara. Dengan itu, katanya, pihaknya berupaya menerbitkan perda tentang PNS memakai pakaian tradisi masyarakat setempat. “Speaking kita sudah sampaikan ke pemda. Nanti melalui surat juga,” ucap Dato’.

Bukan hanya soal adat dan budaya, Dato’ juga mengatakan hutan mangrove saat ini sudah rusak, seperti di Pantai Timur Sumatera Utara. Bangi wangsa melayu, katanya, hutan bakau bukan hanya sekedar tempat mencari nafkah tetapu merupakan perwujudan harmoni antara kosmos, manusia, dan tumbuhan atau lingkungan. [MUL]

Komentar