Inimedan.com-Madina.
Sebagai seorang Pengamat Sosial dan Praktisi Hukum Ali Sumurung SH menyikapi Tenurial di wilayah Kabupaten Mandailing Natal (Madina) sesuai penyampaiannya kepada awak media Inimedan.com, Minggu (24/11) di desa Batahan I Kecamatan Batahan.
Pengkab Madina Harus konsekwen dengan semboyan “Negeri Beribadah Taat Beribadah ” Sehubungan dengan marak nya konflik tenurial di wilayah Kabupaten Mandailing Natal diperlukan komikmen dan tindakan yang jelas dan tegas dari para pemangku kepentingan khusus nya pemerintahan Kabupaten Madina.
Semisal besar nya luasan cakupan areal yang ditunjuk oleh Menteri Kehutanan yang di jadikan menjadi kawasan hutan negara di Provinsi Sumatera Utara khususnya di wilayah Kabupaten Madina.
Hal mana kawasan yang dihunjuk tersebut secara fakta adalah merupakan wilayah yang dikuasai oleh masyarakat adat yang telah turun temurun mendiami dan mengelola wilayah tersebut.
Namun dikarenakan adanya regulasi penunjukan kawasan hutan negara ini mengakibatkan akses – akses masyarakat terhadap tanah – tanah yang sejatinya merupakan tanah adat mereka menjadi terhalang bahkan di ancam dengan pidana berdasar kan ketentuan – ketentuan pidana yang diatur dalam pengelolaan kawasan hutan negara tanpa hak.
Kondisi ini pada dasarnya bisa terhindar seiring dengan terbitnya putusan MK No. 35 tahun 2012 yang mengatakan dengan tegas bahwa tanah adat bukan tanah negara.
Namun harus di barengi dengan legalitas melalui produk peratuaran daerah. “Nah disinilah pemerintahan daerah Kabupaten Madina menunjukan komitmen dengan melahirkan perda tanah adat.”
Disisi lain maraknya konflik agraria yang terjadi di wilayah Kabupaten Madina seperti penyerobotan lahan – lahan HPL Tranmigrasi yang diduga di lakukan oknum – oknum pengusaha – pengusaha nakal.
Ini terjadi dikarenakan kurang tegasnya pemerintahan Kabupaten Madina dalam hal mengamankan aset-aset negara yang diamanahkan kepada Pemkab.
Bagaimana mungkin lahan HPL transmigrasi Batahan I Kecamatan Batahan yang sertifikat HPL yang legalitas formalnya telah terpenuhi seiring dengan terbitnya surat keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : SK. 17/HPL/A/86, sebahagian dikuasai secara sepihak dan dengan melawan hak oleh pihak lain.
Bahkan warga transmigrasi Batahan I Kecamatan Batahan pernah dihukum dan menjalani hukuman akibat mempertahankan hak atas lahan transmigrasi yang diberikan negara kepada mereka.
Kondisi ini tidak akan terjadi apabila pemerintahan Kabupaten Madina menegaskan dan menegakan SK Menteri Dalam Negeri tentang HPL transmigrasi Batahan I Kecamatan Batahan dan menindak pengusaha – pengusaha yang diduga melakukan okupasi lahan diatas HPL transmigrasi.
Menurut Suandi Batubara warga desa Batahan I yang merupakan salah satu pecahan KK transmigrasi Batahan I dia selaku keturunan dari pada tran’s simigrasi Batahan I merasa tertekan dan takut di kriminalisasi ketika mengerjakan dan mengelola lahan pada areal Trans Suakarsa Mandiri (TSM) yang masih berada di dalam areal HPL trans karena adanya klaim sepihak oleh PT. Palmaris raya yang menyatakan bahwa lahan TSM tersebut dinyatakan oleh PT. Palmaris sebagai miliknya, dan melapor kan warga yang bekerja diatas lahan tersebut. (JASUTY)