Peringatan Tragedi Kemanusiaan 1965 Momentum Mewaspadai Bahaya Latent Provokasi Asing

inimedan.com-Jakarta,
Pasca Reformasi 1998, banyak bermunculan secara lebih leluasa analisis yang berupaya menyingkap tabir misteri Tragedi Nasional Gerakan 30 September/G-30-S/GESTAPU, ditulis oleh para pakar dari dalam dan luar negeri, senantiasa mengusik nalar masyarakat Indonesia yang masih meraba-raba tentang misteri tragedy kemanusiaan dengan berbagai versi nya, dan dengan beragam analisis, terkadang mengundang polemik di masyarakat berkepanjangan, dan bahkan menjadi suatu tradisi yang di munculkan di setiap bln September sebagai bulan dikeramatkan untuk sebuah peristiwa yang penuh misteri tersebut.
Menanggapi kondisi tersebut, Dr Kristiya Kartika seorang pengamat politik, kepada awak media, mengatakan bahwa kemunculan berbagai “teori”, “dalil” apalagi “argumentasi” pembenaran sudah banyak diterbitkan, dan itu sengaja dimunculkan untuk dijadikan referensi, bahkan dijadikan suatu rekayasa agar tercipta suatu stigmatisasi kelamnya sejarah bangsa ini, karena suatu tindakan pertikaian ideologi politik.
” Untuk masalah tersebut, saya sampai terlibat diskusi lumayan dalam di Cornell University akhir 1980an bersama Prof. Benedict Anderson dll, yg didukung oleh beberapa dokumen original”ungkap Dr Kristiya Kartika mantan Ketua Presidium PP GMNI ini kepada pers, melalui telepon selulernya, Selasa, 28/9/2021 di Jakarta.
Intinya, menurut Kristiya, dari data2 dan fenomena yg ada, bisa disimpulkan :  Peristiwa 30 September mengandung elemen campur tangan asing, khususnya yang banyak dikecewakan oleh kebijakan Bung Karno atas sikap anti modal asing. Campur tangan tsb setelah berhasil, terbukti langsung memperoleh keuntungan ekonomis antara lain dipersilahkannya tambang emas Dan tembaga Freeport di Papua dikelola oleh Perusahaan AS disertai dominasi saham dan keuntungan berlimpah yg membuat masyarakat Indonesia, khususnya di Papua, tidak memperoleh  keuntungan selama berpuluh2 tahun, hingga kini.
” Ditambah dengan data2 Dan analisis berbagai Ahli, semakin membuktikan kesimpulan siapa sutradara dibelakang Peristiwa itu masih akan diwariskan ke Generasi Muda untuk mendiskusikannya. Siapa sebenarnya dalang dalam peristiwa itu ??? “tukas Dr Kristiya Kartika.
Lebih lanjut ia mengatakan kondisi saat ini, sudah 56 tahun tragedi kemanusiaan itu terjadi, sudah saatnya bagi kaum muda memiliki kesimpulan bahwa dalangnya adalah kekuatan negara Super Power yang dibelakang modal asing, yang mengadu domba dan provokasi agar saling bertikai untuk merebut kekuasaan yang tanpa disadari menghancurkan harga diri bangsa ini menjadi hamba bangsa lain, serta mengakibatkan jatuhnya korban rakyat yang tidak memahami persoalan pertikaian konspirasi elit politik dengan kekuatan asing.
Inilah sesungguhnya yang tidak dikehendaki Bung Karno saat itu, dengan ungkapan beliau “Dudu sanak Dudu kadang Yen mati Melu kehilangan” (bukan saudara bukan keluarga kalau Meninggal dunia merasakan kehilangan), yang bermakna tidak ingin terjadi pertikaian antar anak bangsa Indonesia.
“Agar tragedi kemanusiaan itu tidak terjadi lagi, warga bangsa Indonesia, terutama generasi milineal untuk mewaspadai setiap gerakan provokasi asing yang mengadu domba untuk terciptanya konflik, Tragedi 65 memang Wajib di peringatkan sebagai momentum membentuk kesadaran kewaspadaan terhadap bahaya latent Provokasi Asing yang ingin memporak porandakan negeri ini dengan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi yang tidak sesuai falsafah budaya bangsa Indonesia”pungkas Dr Kristiya Kartika.*tri#

Komentar