Eksekusi Lahan di Pasar 3 Mabar Hilir Nyaris Ricuh

Inimedan.com-Mabar.
Walaupun sempat mendapat perlawanan dari keluarga ahli waris Ahmad, Dikun eksekusi atas lahan seluas 2600 M2 di Jln.Pasar 3 Keluarahan Mabar Hilir Medan Deli yang dimohonkan eksekutor, Rita Helmi, tetap dilaksanakan Pengadilan Nnegeri Medan, Kamis (2/8) pagi.

Tiga orang warga yang dituding sebagai provokator juga sempat diamankan dari lokasi oleh petugas eksekutor dan  dibawa masuk kedalam  mobil Kejaksaan.

Sebelumnya,  3 warga penghuni lahan bersikeras mempertanyakan lokasi dan titik kordinat lahan yang akan di eksekusi, namun petugas eksekutor tanpah mengindahkannya tetap melakukan eksekusi, karena mereka beralasan sebelumnya sudah ada ditunjuk titik lokasinya  saat pembacaan eksekusi sebelumnya.

Disaat itulah timbul kericuhan dimana salah seorang warga berteriak “Kalo tak jelas lokasi eksekusinya berarti kalian mau merampas tanah warga semua,” teriak warga hingga menimbulkan kericuhan selanjutnya ketiga warga yang protes tersebut diamankan petugas dari lokasi.

Tanpak, Kabag Ops Polres Pelabuhan Belawan Kompol Erinal langsung memerintahkan pengamanan terhadap warga yang berteriak tersebut. Tampak para tim eksekusi yang dibantu petugas Satpol PP Medan langsung membongkar gudang kerajinan kayu milik ahli waris Amat Dikun.

Para ahli waris Amat Dikun, tanpak  hanya bisa menanggis serta menyumpah serapah petugas yang melakukan pembongkaran gudang mebel tersebut.

Yanti (48) anak kandung Amat Dikun selaku ahli waris yang ditemui menyesali tindakan kejam dari pihak Pengugat, Rita Helmi yang dimenangkan karena ada sertifikat yang baru muncul.

“Tega sekali mereka membongkar tempat usaha kami ini padahal sejak dulu kami sudah menguasai lahan disini, anehnya kok keluarga saya yang protes kok ditangkap, tolonglah pak nasib kami orang susah ini kenapa tanah yang kami huni dirampas,” cetus Yanti dengan linangan air mata menatap dirubuhkannya gudang mebel sekaligus rumahnya tersebut.

Di sela – sela pembongkaran, pihak dari keluarga Ahli waris, Agus mengaku kecewa adanya eksekusi yang dilakukan penegak hukum, alasannya, tanah yang dieksekusi adalah tanah warisan dari nenek mereka.

Katanya, tanah itu merupakan hasil garapan sejak tahun 1930, kemudian mendapat restu untuk dikelola oleh masyarakat dengan berstatus lahan pemakaian perkebunan ditandai adanya kartu yang dikeluarkan administratur perkebunan pada tahun 1954.

“Kami menempati tanah ini memiliki legalitas jelas, ada riwayat sejarahnya, tanah ini sudah puluhan tahun kami tempati,” sebut Agus.

Dari situlah, kata pria berusia 43 tahun ini, nenek mereka selaku pewaris diberikan sewa garap oleh pihak perkebunan pada tahun 1959 untuk menguasai lahan dengan membayar pajak ke perkebunan.

“Pewaris dari nenek kami adalah petani, kami bisa menerima warisan ini berdasarkan adanya surat yang kita pegang pada masa sebelum kita merdeka, yang jelas pihak penggugat tidak mempunyai dasar surat, gugatannya kami anggap cacat hukum,” terang Agus.

Dijelaskan Agus, pihak penggugat mulai hadir di lahan itu, melakukan gugatan pada 2017 akhir, atas nama Rita Helmi menggunakan surat dasar landreform pada tahun 1965.

“Dari riwayat ahli waris almahrum Ahmad Dikun merupakan nenek kami, memiliki surat yang lebih awal diterima dari perkebunan. Jadi, ini ada keganjilan. Maka, kami akan melakukan banding hasil keputusan yang dikeluarkan PN Medan,” tegas Agus.

‎Suasan eksekusi berlangsung hingga pembongkaran seluruh bangunan di lahan itu, sejumlah barang milik tergugat dievakuasi dari lahan itu, setelah itu petugas eksekusi dan keamanan meninggalkan lokasi. (Tp)

Komentar