Impor Jagung Dapat ‘Matikan’ Petani Lokal

INIMEDAN – Kalangan DPRD Sumut menyatakan, impor jagung yang diberlakukan pemerintah sejak 28 Januari 2016 dapat ‘mematikan’ petani lokal, sehingga harus segera distop.

“Sejak dilakukan impor jagung, harga jagung di tingkat petani turun drastis dari Rp5.000bper kg menjadi Rp3.000 per kg,” ungkap Wakil Ketua dan anggota DPRD Sumut Ruben Tarigan, SE dan Drs Baskami Ginting kepada wartawan, Rabu (10/2) di DPRD Sumut menanggapi “anjloknya” harga jagung lokal pasca keluarnya kebijakan pemerintah untuk memperbolehkan kembali impor jagung.

“Seharusnya impor jagung dilakukan secara terukur dan jangan sampai membunuh petani jagung lokal. Jangan hanya untuk kepentingan tertentu dengan alasan menstabilkan harga, kemudian para petani diabaikan. Kita berharap justru impor distop (dihentikan) karena Indonesia mampu memproduksi kebutuhan jagung dalam negeri,” tandas Ruben Tarigan.

Ditambahkan Baskami, dengan masuknya jagung impor dari luar negeri ini, dipastikan petani jagung mengalami kerugian bahkan lahan pertanian jagung juga akan tergerus drastis, karena banyak petani jagung tidak sanggup bertahan menjadi petani jagung, karena harga jual tidak seimbang dengan beban produksi. Akibatnya, program pemerintahan yang akan menjadikan Indonesia menjadi swasembada pangan ikut terancam.

“Sampai saat ini, berbagai masalah terus dihadapi petani, membuat lahan pertanian jagung berkurang. Pada awal tahun 2016 harga jagung sudah  mencapai Rp4.500 – Rp5.000/Kg. Tapi, setelah keluarnya kebijakan memperbolehkan impor jagung pada 28 Januari lalu, harga jagung kembali anjlok dan berada dikisaran harga Rp2000-Rp3000. Harga ini sangat merugikan petani jagung,” tandas Baskami.

Berdasarkan hasil informasi yang diperoleh dari  Komunitas Petani Jagung, tambah Baskami Ginting,  harga jual jagung petani selalu mendapat tekanan, ketika musim tiba, terutama kebijakan pemerintah memperbolehkan impor jagung, sehingga sangat miris bagi petani jagung, harga jagung makin hari makin turun. Bahkan ada dijual petani hanya Rp2.257/Kg. Padahal harga reerensi daerah (HRD) jagung kadar air 17 persen ditetapkan Rp3.550/Kg.

“Para petani jagung sepertinya selalu mendapat tekanan. Selain tekanan impor jagung, juga menjadi korban spekulan saat panen raya tiba, karena terjadi penurunan harga oleh pabrik dengan berbagai alasan. Jika hal ini turus dibiarkan, swasembada pangan seperti amanah dan program Presiden Jokowi terancam tidak terealisasi. Swasembada papajajale (padi padi jagung jagung kedele, red), juga akan mengkuatirkan” katanya.

Berkaitan dengan itu, Ruben dan Baskami Ginting meminta pemerintah untuk membuat terobosan baru  melindungi petani dengan menyetop impor jagung sekaligus melakukan intervensi  terhadap pasar. Tapi, intervensi itu harus melalui pendekatan ilmiah dengan melibatkan berbagai pihak, sehingga harga jagung tidak dikendalikan spekulan.

“Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam hal ini juga harus berani menampung jagung lokal dengan harga tinggi, sehingga tidak menjadi korban para spekulan pasar. Bulog, juga harus berperan aktif menstabilkan harga, agar petani jagung terbantu dalam menghadapi harga jagung, ketika musim panen tiba. Tapi yang paling utama, pemerintah sebaiknya  mengkaji ulang kebijakan meemperbolehkan mengimpor jagung luar,” ujar Ruben dan Baskami. (@)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *