Puluhan Warga Desa Padang & Pasiran Demo Mapolres Langkat

INIMEDAN – Stabat -Menuntut agar tiga oknum penyidik Polres Langkat, Brigadir Nicoly Tarigan, Aiptu Suman Ginting dan Ipda Maraganti Panggabean, SH, M.Hum dicopot dari jabatannya. Puluhan warga Desa Padang dan Pasiran Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat, menggelar aksi unjukrasa ke Mapolres Langkat, Rabu (27/1).

Tuntutan pencopotan terhadap ketiga penyidik Polres Langkat itu, ditengarai ketiganya telah bertindak tidak jujur dan tidak professional dalam menjalankan tugas dan fungsinya, terkait proses penyidikan Laporan Polisi No.710/XI/2014/SU/LKT tanggal 14 November 2014 dan perkara pidana No.73/Pid.B/2015/PN.Stb.

Bacaan Lainnya

Dalam aksi unjukrasa itu Selain berorasi, mereka juga membentangkan spanduk dan poster, mengecam sikap dan tingkah laku ketiga oknum Polisi tersebut.

Pengunjukrasa mengecam persekongkolan aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) dalam penyelesaian perkara tersebut. Dalam orasinya, para pengunjuk rasa, yang dipimpin oleh Surapati Surbakti menegaskan antara lain, bahwa selama masyarakat yang mengikuti jalannya persidangan dalam perkara tersebut, banyak ditemui banyak kejanggalan, diantaranya terkait dengan nama pelapor yang membuat laporan di Polres Langkat, ternyata baru diketahui setelah Jaksa melakukan pembacaan perkara dakwaan.

Selain itu, manajamen PT RAPALA tampak sibuk keluar- masuk ruangan Hakim yang mengadili perkara tersebut, dimana secara kebetulan yang mengadili perkara tersebut adalah Ketua PN Stabat.

Lalu, dalam pemeriksaan berkas perkara secara substansi pemeriksaan pokok perkaranya tidak dilakukan, sehingga terjadi banyak kejanggalan, seperti Majelis Hakim tidak pernah meminta barang bukti tentang surat penguasaan hak HGU No. 2 Tahun 1997 maupun izin pendirian bangunan. Selain itu, majelis Hakim juga tidak berkeinginan untuk mendalami pokok permasalahan bahwa telah terjadi konflik antara masyarakat dengan PT RAPALA perihal tapas batal antara tanah Negara yang diberi sertifikat HGU No. 2 Tahun 1997 dengan tanah Negara yang ditegaskan sebagai objek pengaturan penguasaan tanah (Landeform).

Selanjutnya, dalam persidangan saat pemeriksaan Majelis Hakim terhadap pelapor dan saksi- saksi, ditemukan fakta bahwa pelapor (Poniman) mengakui tidak ada melihat secara langsung kejadian perkara tersebut. Selin itu, pelapor juga tidak pernah diberi surat kuasa untuk melaporkan sesuatu apapun yang mendatangkan kerugian kepada PT RAPALA, sehingga karena itu, pelapor tidak memiliki legal standing untuk melaporkan kejadian tersebut.
Lalu, jumlah kerugian PT RAPALA yang dilaporkan Poniman juga berubah- ubah. Semula kerugiannya sebesar Rp. 250 juta, namun belakangan hanya berkisar Rp. 15 juta.

“Jadi, semua direkayasa agar laporan Poniman terpenuhi unsurnya. Lebih naïf lagi, karena Penyidik Aiptu Suman Ginting membuat rekontruksi laporan TKP yang dibuat tanggal 15 November 2014 dengan membuat denah peristiwa dan membuatkan posisi dari masing- masing saksi, padahal para saksi itu belum pernah diperiksa. Lalu, kesaksian Indra Perangin- Angin dihilangkan karena kesaksian mereka bisa mengurangi keyakinan bahwa tersangka/ terdakwa Antares Ginting sesungguhnya tidak ada melakukan perbuatan perusakan sebagaimana yang dituduhkan kepadanya,” ujar Surapati.

Lalu ditegaskannya bahwa sesuai dengan pengakuan Antares Ginting dan keluarganya, proses penangkapannya telah dilakukan dengan cara- cara yang tidak manusiawi, karena para petugas dari Polres Langkat tidak mengindahkan aturan yang berlaku saat melakukan penangkapan. Buktinya, ketika ditanyakan mengapa tidak ada surat panggilan yang diberikan oleh Polres Langkat kepada Antares Ginting, Ipda Maraganti Panggabean menjawab bahwa surat panggilan tidak diperlukan, karena Polisi dilindungi UU untuk melakukan penangkapan dan penahanan. Apalagi, berdasarkan Pasal 170 KUHP ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun penjara.

Lalu, berdasarkan pengakuan Antares Ginting selama ditahan, selalu didatangi oleh oknum Polisi Brigadir Nicoli Tarigan dan mengintimidasinya agar Antares mengakui semua perbuatannya.

“ Kalau tuntutan kami ini tidak ditanggapi, maka kami akan dating lagi dengan jumlah massa yang jauh lebih banyak,” ancam Surapati.

Aksi ‘turun ke jalan’ itu tentu menarik perhatian masyarakat, karena dilakukan di pinggir jalan, tepat di depan Mapolres Langkat, Jalan Proklamasi, Stabat. Selesai menyampaikan orasinya, para pengunjuk rasa pun pulang dan membubarkan diri. (boas)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *