RAPBD Sumut Disahkan Tanpa Tunggu Evaluasi Mendagri

INIMEDAN – DPRD Sumatera Utara (Sumut) mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Sumut 2016.

Paripurna penandatanganan persetujuan bersama antara Gubernur dengan DPRD Sumut, Jumat (18/12/2015), tanpa menunggu hasil evaluasi Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) atas Perubahan APBD 2015.

Bacaan Lainnya

Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut menyetujui RAPBD 2016 sebesar Rp9,004 triliun lebih untuk ditetapkan menjadi Perda APBD 2016.

Disebutkan, proyeksi PAD dalam RAPBD 2016 menurun Rp627,200 miliar. Tahun 2015 proyeksi PAD Rp 5,257 triliun, sementara 2016 hanya Rp4,630 triliun.

Sementara proyeksi belanja mengalami kenaikan Rp 324.461 miliar dibandingkan APBD 2015 Rp 8,679 triliun, sayangnya penambahan diproyeksikan bukan untuk belanja modal melainkan belanja tidak
langsung. Belanja Modal mengalami penurunan Rp387,040 miliar, dari Rp1,394 APBD 2015 menjadi Rp 1,007 triliun. Sedangkan belanja tidak langsung naik menjadi Rp672,036 miliar.

Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDIP Sutrisno Pangaribuan memprotes keputusan melanjutkan paripurna pengesahkan RAPBD 2016. Sesuai kesepakatan di Badan Musyawarah (Banmus), legislatif menunggu hasil evaluasi PAPBD 2015 dari Kemendagri. Akan tetapi paripurna tetap dilanjutkan meskipun evaluasi PAPBD belum turun dari Kemendagri.

Menyikapi protes itu, HT Milwan yang memimnpin sidang menyatakan bahwa semua fraksi telah menyetujui laporan hasil pembincaraan Banggar dengan pejabat yang ditunjuk Gubsu terhadap Ranperda APBD 2016. Penandatanganan persetujuan bersama tetap dilakukan.

“Jika ada anggota yang tidak setuju, silahkan meninggalkan ruang paripurna,” tegas Milwan, yang disambut Sutrisno dengan meninggalkan ruang paripurna.

Sutrisno menyatakan, ada upaya rasionalisasi yang coba dilakukan oleh sebagian besar anggota dewan untuk pengaburan. Sehingga menurutnya, publik tidak diberi informasi proses yang mencerdaskan oleh wakilnya sendiri. Karena bukan persoalan hukum yang harus diperhatikan, namun juga kepatutan. “Menurut saya ini dipaksakan,” katanya. [MUL]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *