INIMEDAN – Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Utara (Provsu) menyebutkan tepatnya 24 April 2015, keramba baru di Danau Toba dianggap ilegal. Pasalnya surat itu telah dikeluarkan dan berlaku agar tidak ada lagi penambahan keramba yang dapat mencemari kawasan Danau Toba.
Kepala BLH Sumut Hidayati Kamis (14/1/2016) mengatakan, surat tersebut telah dikirim tahun lalu yang ditujukan untuk 7 kabupaten/kota dan perusahaan budidaya ikan yang sudah ada disana. Ia menyebutkan, jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba sebanyak 8.912 unit. Jumlah ini terdiri dari 8.428 unit KJA masyarakat dan 484 KJA milik Aquafarm. Dari jumlah itu saja 44% KJA harus dikurangi.
Dan ini, kata Ida, berdasarkan hasil analisis yang dilakukan BLH pada 2013. “Jadi kalau katanya ada berdiri beberapa perusahaan budidaya ikan selain itu, bisa disebut ilegal. Karena setelah dikeluarkannya surat itu tidak boleh lagi ada keramba baru,” katanya.
Untuk tahun ini, lanjut Ida, pihaknya kembali akan melakukan analisis kondisi kekinian Danau Toba. Karena setelah Danau Toba termasuk kedalam 10 desnitasi pariwisata. Maka, katanya, keramba-keramba yang sudah ada harus ditata dan tidak boleh over.
Ia menyebutkan ada 9 titik keberadaan keramba milik masyarakat yang berada di Danau Toba. Sembilan titik itu yakni Silalahi II (300 KJA), Silalahi III (40 KJA), Paropo (400 KJA), Tongging (500 KJA), Haranggaol (6.768 KJA), Tigaras (85 KJA), Panahatan (100 KJA), Sibaganding (50 KJA), Soalan (185 KJA).
Sementara KJA milik PT Aquafarm berada di 5 titik yakni Panahatan (152 KJA), Sirungkungon (134 KJA), Silimalombu (60 KJA), Lontung (60 KJA), Pangambatan (78 KJA).
Hidayati menjelaskan pencemaran Danau Toba umumnya berasal dari limbah domestik, perikanan, peternakan, pertanian, padang rumput, hutan, curah hujan, sawah. Dari beberapa faktor itu, kata Ida, paling tinggi pencemaran Danau Toba datang dari 69% perikanan.
Untuk limbah perikanan yang berasal dari masyarakat per tahun sebanyak 1,5 ton pakan/1 ton ikan. Sementara, kata Ida, dari PT Aquafarm sebanyak 1,9 ton pakan/1 ton ikan. Ia mengatakan yang perlu dilakukan adalah pembangunan instalasi pengolahan air limbah di kota-kota utama di kawasan Danau Toba, kemudian pembuatan buffer zone untuk mereduksi polutan yang terbawa air larian, dan pengurangan produksi dari kegiatan budidaya perikanan. “Tahun ini kita akan analisis kembali sudah sejauh mana kondisinya,” ucapnya.
Sebelumnya Sekdaprovsu Hasban Ritonga menyampaikan akan melakukan evaluasi terhadap perizinan keramba-keramba yang ada di Danau Toba. Evaluasi itu merupakan tindaklanjut permintaan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli yang meminta dua perusahaan perikanan di Danau Toba agar dihentikan produksi karena telah merusak lingkungan sekitar.
“Harus ditertibkan. Izin sudah pasti dari pemerintah. Kita tinjau atau kita tata pengelolaannya kembali,” katanya. [MUL]